Papringan adalah nama salah satu desa di Kecamatan Banyumas. Desa ini berada di sebelah selatan Sungai Serayu dengan batas-batasnya yaitu Desa Kalisube di sebelah timur, Desa Mandirancan di sebelah barat, dan Desa Binangun di sebelah selatan. Tidak sulit sebenarnya untuk menjangkaunya. Apabila dari dari Kota Kecamatan Banyumas, Papringan dapat dijangkau melalui Jalan Raya Banyumas-Kebasen. Sementara itu jika dari Patikraja atau Purwokerto, maka kita harus mengambil arah Kebasen. Kemudian belok kiri di Simpang Tiga Mandirancan untuk mengambil arah ke Banyumas. Dari situ Papringan hanya berjarak sekitar 2 km dan merupakan desa setelah Mandirancan.
Nama Papringan sendiri sampai sekarang tidak ada yang tau persis asal muasalnya. versi pertama menyebutkan bahwa nama ini diambil karena banyak pohon bambu (Pring) yang tumbuh di wilayah papringan sehingga desa ini disebut dengan Papringan. Versi kedua yaitu tentang sebuah anggapan bahwa segala masalah yang ada akan hilang (pring) jika memasuki desa ini. Dari kedua versi tersebut mungkin versi pertama lebih masuk akal daripada versi kedua. Hal ini terkait banyaknya tumbuhan bambu di pinggir-pinggir sungai dan bulit selatan desa. jadi sangat bisa diterima jika nama Papringan diambil karena daerah ini banyak tumbuh ohon bambu. Sedangkan untuk versi kedua sangatlah lemah karena sampai sekarang tidak ada yang bisa menjelaskan secara rinci korelasi antara kata hilang/musnah/melebur dengan kata "Pring".
Entah versi mana yang benar, akan tetapi ada fakta penting yang perlu diketahui oleh masyarakat. fakta ini menyangkut masalah luas wilayah Papringan itu sendiri. Dahulu, sekitar abad 18-19 wilayah desa Papringan tidaklah seluas sekarang. Wilayah Papringan pada saat itu hanyalah berkisar di sekitar Grumbul Gajah Alas dan sekitarnya. lebih tepatnya adalah yang sekarang menjadi wilayah Dusun III. Wilayah selain itu merupakan milik desa lain yaitu Majingklak dan Kalisuren. Jadi desa Papringan yang sekarng ini merupakan gabungan antara tiga desa yaitu Papringan di paling barat, Majingklak di tengah, dan Kalisuren di sebelah timur.
Konon, penyatuan ketiga desa tersebut adalah peran dari seorang Penatus pada masa itu. Penatus merupakan pejabat pemerintahan di tingkat kabupaten yang membawahi beberapa desa. Jadi kedudukan Penatus waktu itu adalah satu tingkat diatas Lurah. Entah apa sebabnya kemudian tiga buah desa tersebut kemudian disatukan dalam satu wilayah dengan nama Desa Papringan oleh Si Penatus tersebut. Mungkin ini ada kaitannya dengan perubahan sistem pemerintahan pada saat itu. Namun juga mungkin dikaitkan dengan tanam paksa yang diterapkan oleh Belanda. Sampai sekarang tidak ada bukti kuat apa alasan penyatuan tiga desa tersebut oleh Si Penatus.
Mengenai asal-usul dan nama Penatus tersebut sampai sekarang juga tidak pernah diketahui. Nama asli, gelar dan asal-usul Penatus tersebut sangatlah sulit untuk ditelusuri. Tidak ada sumber-sumber yang valid mengenai desa Papringan sebelum itu. Bahkan ketika menyusun silsilah orang-orang Papringan, nama Penatus tersebut juga berada diposisi paling atas. Ini menandakan bahwa sejarah desa Papringan terputus hanya sampai zaman Mbah Penatus.
Sebenarnya ada sebuah cerita lagi yang cukup populer di desa papringan. cerita ini menyangkut tentang asal muasal nama Sungai Gajah Alas. diceritakan bahwa pada dahulu kala ada dua orang gembala Gajah yang bernama Eyang Sakru dan Eyang Sakri. suatu ketika Gajah yang mereka gembalakan lepas dan lari ke hutan melalui sungai. Akhirnya sungai tersebut diberinama Gajah Alas. kemudian karena begitu capek dan bingungnya mencari gajah, kedua orang tersebut menjadi linglung. Tempat kedua orang tersebut linglung lalu diberi nama Cilalung.
Cerita tersebut bisa dikatakan ada benarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya dua buah pusara di pemakaman Gajah Alas tempat dimakamkannya Eyang Sakru dan Eyang Sakri setelah meniggal. Bukti ini tentunya sangat sedikit jika dibandingan dengan peniggalan dari Eyang Penatus. Hampir semua berita tentang beliau sangatlah valid. Pertama yaitu dengan adanya makam dengan nisan bernama P. Penatus. Kedua yaitu tentang sebidang tanah bekas tempat tinggal Eyag penatus yang sekarang ditempati banyak rumah berada di Grumbul Gajah Alas RT 1 RW 5. Kedua berupa sepasang tugu atau gapura di pingggir jalan yang merupakan gerbang masuk kerumah penatus. Ketiga yaitu adanya silsilah rinci keturunan penatus baik dari istri pertama, kedua dan ketiga yang dipegang oleh keluarga Nardi di Gajah Alas. Keempat atau yang terakhir adalah adanya bak dan sumur tempat pembuatan batik bekas peninggalan Eyang Penatus.
Jika dibandingkan kedua cerita tersebut, maka kemungkina terbesar adalah cerita yang pertama berasal dari periode yang lebih tua dari cerita kedua. Ini bisa dilihat perbandingan bukti-bukti dimana periode Gajah Alas hanya memiliki satu sedangkan periode Penyatuan Papringan memiliki peninggalan cukup banyak. Hal yang sama juga terlihat dari kondisi pusara Eyang Sakru dan Eyang Sakri yang jauh lebih dikeramatkan daripada makam Eyang Penatus. Bahkan mungkin juga pada masa Penatus makam Eyang Sakru dan Eyang Sakri juga sudah dikeramatkan. Walaupun kudua cerita tersebut berasal dari masa yang berbeda, namun cerita pertama dan kedua tidak bisa di sambungkan karena tidak memiliki sangkut paut atau hubungan sebab akibat. Jadi nama Papringan belum bisa dipastikan asal-usulnya karena muncul pada periode waktu yang hilang. Waktu dimana Penatus belum muncul namun juga setelah cerita Sakru-Sakri ada.