Rabu, 10 Juni 2015

Jagatan Banyumasan: Kreasi Motif Batik Banyumas

Batik, Batik Banyumas, Batik Banyumasan, Jual Batik,Batik Tulis, Motif batik, Batik klasik, Kain Batik, Grosir Batik, Pesan Batik,

Gambar Batik Jagatan Banyumasan















Batik Banyumasan termasuk dalam jenis batik pedalaman Jawa. Batik pedalaman lebih cenderung menampilkan warna-warna kalem dan dalam, serta sarat dengan simbolisasi makna pada motifnya, selain memuat keindahan gambar motifnya. Motif-motif batik Banyumasan banyak terpengaruh oleh Batik Solo dan Batik Jogja. Meskipun Batik Banyumas mempunyai ciri khas dan aksen dan corak khusus yang membedakannya dengan Batik Solo dan Jogja.

Inovasi motif selalu dilakukan untuk menghadapi persaingan dan menyesuaikan selera pasar. Batik Pringmas sebagai salah satu produsen batik Banyumasan juga selalu melakukan inovasi motif batik baru untuk semakin memperkaya khazanah Batik Banyumas. Salah satnya adalah Motif Jagatan Banyumasan.



Motif “Jagatan Banyumasan” merupakan penggabungan motif-motif batik yang secara turun yemirun berkembang di daerah Kabupaten Banyumas yang termasuk dalam motif batik pedalaman. Dalam motif ini disajikan berbagai macam motif baik yang mendapat pengaruh motif batik Solo dan Yogyakarta maupun motif asli dari Banyumas.

Didesain dengan pola “tambal” atau “buntalan” untuk memisahkan masing-masing motif. Pola tambal menggambarkan gabungan, gotongr oyong, kesatuan dari rakyat yang bhineka (beraneka tagam). Pola tambal juga mengandung dilosofi untuk kesembuhan bagi si pemakai. Dalam hal ini, kesembuhan yang dimaksud adalah agar bangsa ini bias segera melalui masa-masa sulit sehubungan dengan keadaan akhir-akhir ini yang sering terjadi bencana dan gejolak sosial terkait dengan masa pergantian kepemimpinan Negara.

Motif Bunga Matahari yang mengisi ruang antara motif satu dengan yang lain menggambarkan harapan akan masa depan yang cerah nan gemilang atas si pengguna kain, masyarakat Banyumas dan Indonesia pada umumnya. Matahari juga menyimbolkan cahaya penerang yang mengandung harapan bahwa dalam menjalani kehidupan, kita sealu mendapat Cahaya terang petunjuk Illahi.

Warna latar hitam selain member cirri khas batik Banyumasan, juga melambangkan kekuatan, kereguhan iman dan tekad. Warna cokelat yang mewakili warna tanah melambangkan kerakyatan, membumi. Bahwa semua do’a dan harapan yang terkandung dalam motif ini diharapkan akan menyebar keberkahannya kepada tempat dan masyarakat dimana kain ini nanti digunakan. Warna kunimg keemasan melambangkan harapan akan masa emas, kesuksesan dan kemuliaan martabat dan perilaku sip emakai.

Motif-motif yang diangkat dalam desain ini diantaranya adalah: Wahyu Temurun, Babon Angrem, Kawung, Ayam Puger, Pring Sedapur, Jaean, Lar, Sido Mukti, Sido Luhur, Truntum, Serayuan, dan Lumbon.

Motif Wahyu Temurun menggambarkan turunnya wahyu (petunjuk, amanat jabatan, anugerah) dari Illahi yang tentu disertai juga dengan tanggungjawab. Motif Babon Angrem mempunyai makna perlindungan dan perhatian penuh dari seorang ibu dalam merawat dan mendidik anak-anaknya. Motif Kawung bermakna keluhuran, harapan dan asal muasal penciptaan manusia. Motif Ayam Puger menggambarkan keadaan social masyarakat Banyumas dengan rumah tradisional “tikelan”, yang dikitari ayam jago dan kambing sebagai hewan peliharaan yang lazim dimiliki oleh masyarakat.

Motif Pring Sedapur atau serumpun bambu menggambarkan persatuan, dan manfaat yang luas seperti yang dimiliki oleh tanaman bambu. Motif Jaean menggambarkan tanaman rempah yang biasa ditanam di pekarangan rumah masyarakat Jawa. Motif Lar melambangkan kejayaan, keluhuran. Motif Sido Mukti meggambarkan harapan dan cita-cita kesuksesan. Motif Sido Luhur melambangkan keluhuran budi kemuliaan dan derajat yang tinggi. Motif Truntum menggambarkan ketulusan cinta yang terus menerus dan harapan setinggi bintang –bintang di langit.

Motif Serayuan menggambarkan kekayaan alam yang melimpah, salahsatunya di Sungai Serayu yang di dalamnya terdapat banyak ikan dan hewan serta tumbuhan lainnya. Motif Lumbon, daunt alas yang merupakan tanaman yang juga umum ada di pekarangan rumah masyarakat Banyumas dan biasanya diolah menjadi masakan berupa “buntil”. Masakan ini adalah makanan yang merakyat yang bahannya banyak dengan mudah dijumpai di sekeliling rumah di desa-desa. (Banyumas, 9 April 2014, Iin Susiningsih)

Batik Tulis Jawa, Batik Tulis Solo, Batik Solo, Batik Jogja, Batik Tulis Jogja, contoh Batik Tulis, contoh motif batik, makna motif Batik, arti motif batik

Minggu, 08 Februari 2015

Batik Papringan


Merakan


Udan Liris

Gajah Uling

Taman Buah

Godhong Dolar

Sido Mukti

Pring Petunga

Bulus Angrem

Serayuan

Kembang Coklat

Kembang Sedhompol

Godong Rogol

Pring Kuning Sedapur

Parang Seling

Cucakrowo

Pring Sedapur Coklat

Micky Mouse

Godhongan


Grinting Jae

Kupuan



Hello City Biru

INFO LEBIH LANJUT HUBUNGI0856-4790-7496 atau Like FP Batik Pringmas

Tentang Nama Papringan

Papringan adalah nama salah satu desa di Kecamatan Banyumas. Desa ini berada di sebelah selatan Sungai Serayu dengan batas-batasnya yaitu Desa Kalisube di sebelah timur, Desa Mandirancan di sebelah barat, dan Desa Binangun di sebelah selatan. Tidak sulit sebenarnya untuk menjangkaunya. Apabila dari dari Kota Kecamatan Banyumas, Papringan dapat dijangkau melalui Jalan Raya Banyumas-Kebasen. Sementara itu jika dari Patikraja atau Purwokerto, maka kita harus mengambil arah Kebasen. Kemudian belok kiri di Simpang Tiga Mandirancan untuk mengambil arah ke Banyumas. Dari situ Papringan hanya berjarak sekitar 2 km dan merupakan desa setelah Mandirancan.
Nama Papringan sendiri sampai sekarang tidak ada yang tau persis asal muasalnya. versi pertama menyebutkan bahwa nama ini diambil karena banyak pohon bambu (Pring) yang tumbuh di wilayah papringan sehingga desa ini disebut dengan Papringan. Versi kedua yaitu tentang sebuah anggapan bahwa segala masalah yang ada akan hilang (pring) jika memasuki desa ini. Dari kedua versi tersebut mungkin versi pertama lebih masuk akal daripada versi kedua. Hal ini terkait banyaknya tumbuhan bambu di pinggir-pinggir sungai dan bulit selatan desa. jadi sangat bisa diterima jika nama Papringan diambil karena daerah ini banyak tumbuh ohon bambu. Sedangkan untuk versi kedua sangatlah lemah karena sampai sekarang tidak ada yang bisa menjelaskan secara rinci korelasi antara kata hilang/musnah/melebur dengan kata "Pring".
Entah versi mana yang benar, akan tetapi ada fakta penting yang perlu diketahui oleh masyarakat. fakta ini menyangkut masalah luas wilayah Papringan itu sendiri. Dahulu, sekitar abad 18-19 wilayah desa Papringan tidaklah seluas sekarang. Wilayah Papringan pada saat itu hanyalah berkisar di sekitar Grumbul Gajah Alas dan sekitarnya. lebih tepatnya adalah yang sekarang menjadi wilayah Dusun III.  Wilayah selain itu merupakan milik desa lain yaitu Majingklak dan Kalisuren. Jadi desa Papringan yang sekarng ini merupakan gabungan antara tiga desa yaitu Papringan di paling barat, Majingklak di tengah, dan Kalisuren di sebelah timur.
Konon, penyatuan ketiga desa tersebut adalah peran dari seorang Penatus pada masa itu. Penatus merupakan pejabat pemerintahan di tingkat kabupaten yang membawahi beberapa desa. Jadi kedudukan Penatus waktu itu adalah satu tingkat diatas Lurah. Entah apa sebabnya kemudian tiga buah desa tersebut kemudian disatukan dalam satu wilayah dengan nama Desa Papringan oleh Si Penatus tersebut. Mungkin ini ada kaitannya dengan perubahan sistem pemerintahan pada saat itu. Namun juga mungkin dikaitkan dengan tanam paksa yang diterapkan oleh Belanda. Sampai sekarang tidak ada bukti kuat apa alasan penyatuan tiga desa tersebut oleh Si Penatus.
Mengenai asal-usul dan nama Penatus tersebut sampai sekarang juga tidak pernah diketahui. Nama asli, gelar dan asal-usul Penatus tersebut sangatlah sulit untuk ditelusuri. Tidak ada sumber-sumber yang valid mengenai desa Papringan sebelum itu. Bahkan ketika menyusun silsilah orang-orang Papringan, nama Penatus tersebut juga berada diposisi paling atas. Ini menandakan bahwa sejarah desa Papringan terputus hanya sampai zaman Mbah Penatus.
Sebenarnya ada sebuah cerita lagi yang cukup populer di desa papringan. cerita ini menyangkut tentang asal muasal nama Sungai Gajah Alas. diceritakan bahwa pada dahulu kala ada dua orang gembala Gajah yang bernama Eyang Sakru dan Eyang Sakri. suatu ketika Gajah yang mereka gembalakan lepas dan lari ke hutan melalui sungai. Akhirnya sungai tersebut diberinama Gajah Alas. kemudian karena begitu capek dan bingungnya mencari gajah, kedua orang tersebut menjadi linglung. Tempat kedua orang tersebut linglung lalu diberi nama Cilalung.
Cerita tersebut bisa dikatakan ada benarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya dua buah pusara di pemakaman Gajah Alas tempat dimakamkannya Eyang Sakru dan Eyang Sakri setelah meniggal. Bukti ini tentunya sangat sedikit jika dibandingan dengan peniggalan dari Eyang Penatus. Hampir semua berita tentang beliau sangatlah valid. Pertama yaitu dengan adanya makam dengan nisan bernama P. Penatus. Kedua yaitu tentang sebidang tanah bekas tempat tinggal Eyag penatus yang sekarang ditempati banyak rumah berada di Grumbul Gajah Alas RT 1 RW 5. Kedua berupa sepasang tugu atau gapura di pingggir jalan yang merupakan gerbang masuk kerumah penatus. Ketiga yaitu adanya silsilah rinci keturunan penatus baik dari istri pertama, kedua dan ketiga yang dipegang oleh keluarga Nardi di Gajah Alas. Keempat atau yang terakhir adalah adanya bak dan sumur tempat pembuatan batik bekas peninggalan Eyang Penatus.
Jika dibandingkan kedua cerita tersebut, maka kemungkina terbesar adalah cerita yang pertama berasal dari periode yang lebih tua dari cerita kedua. Ini bisa dilihat perbandingan bukti-bukti dimana periode Gajah Alas hanya memiliki satu sedangkan periode Penyatuan Papringan memiliki peninggalan cukup banyak. Hal yang sama juga terlihat dari kondisi pusara Eyang Sakru dan Eyang Sakri yang jauh lebih dikeramatkan daripada makam Eyang Penatus. Bahkan mungkin juga pada masa Penatus makam Eyang Sakru dan Eyang Sakri juga sudah dikeramatkan. Walaupun kudua cerita tersebut berasal dari masa yang berbeda, namun cerita pertama dan kedua tidak bisa di sambungkan karena tidak memiliki sangkut paut atau hubungan sebab akibat. Jadi nama Papringan belum bisa dipastikan asal-usulnya karena muncul pada periode waktu yang hilang. Waktu dimana Penatus belum muncul namun juga setelah cerita Sakru-Sakri ada.

Sabtu, 07 Februari 2015

Sekilas Tentang Desa Papringan

Pada kesempatan ini saya akan menjelaskan tentang Desa Papringan. Ya, kenapa ini penting karena saya takut kalau ternyata para pengunjung blog ini ada yang sama sekali tidak mengerti tentang Desa Papringan. Terasa lucu ketika kita membicarakan tentang batik, keindahan alam, dan produk-produk lain yang ada tanpa mengetahui dimana dan bagaimana papringan itu sendiri. Maka saya berusaha menjelaskan tentang papringan ini agar orang-orang secara umum tahu dan tidak bingung ketika harus ke Papringan.
Penjelasan kita mulai dengan pertanyaan "Dimanakah Desa Papringan Berada?". 
Papringan terletak di kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Tepatnya yaitu di pesisir selatan Sungai Serayu. desa ini berada diantara desa Kalisube, Mandirancan dan Binangun.Letak Papringan sekitar 7 km arah Barat dari Pusat Kecamatan Banyumas, 3 km arah tenggara Pusat Kecamatan Patikraja, dan 12 km arah selatan Kota Purwokerto. 
Desa papringan bisa dijangkau melalui beberapa cara. Pertama yaitu dari arah timur. jika datang dari jalan raya Banyumas-Buntu, maka harus mengambil jalan ke arah Patikraja namun yang melawati selatan Sungai Serayu. Lebih gampangnya lagi adalah masuk melalui jalan sebelah utara pasar Banyumas, kemudian belok kanan di Bakmi Gareng Banyumas. Dari situ lurus terus hingga ada tower SUTET di tengah sawah dengan Sungai Serayu di kanan jalan. Maka dapat dipastikan wilayah tersebut sudah memasuki wilayah Desa Papringan.
Cara yang kedua yaitu dari arah barat. Misalkan berada di Patikraja (Jalan Raya Purwokerto-Cilacap). Ketika akan menuju Parpingan, maka kita harus mengambil arah Kebasen/Sampang terlebih dahulu. Kemudian belok kiri di Pertigaan Beringin Mandirancan (ke arah Banyumas) hingga melawati sebuah pemakaman di sebelah kanan jalan yang bersebelahan dengan sebuah sungai. Jika sudah melewati makam tersebut, berarti telah memasuki wilayah Desa Papringan.